“Setidaknya dua lembar kertas putih itu telah menjadi
saksi bisu bagaimana dulu aku pernah bermimpi untuk kuliah”
Tentang Keluarga
Aku adalah anak
kedua dari tiga orang bersaudara. Aku lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang
jauh dari kata cukup dalam hal ekonomi. Bukan bermaksud melebih-lebihkan, tapi
memang benar adanya kalau kedua orangtuaku
bahkan sulit hanya untuk memberi makan kepada tiga orang anaknya. Sejak kecil
aku tinggal berpindah-pindah rumah karena kesulitan ekonomi. Sampai pada
akhirnya nenek (Ibu dari Ibuku) memberikan usulan agar kami tinggal di sebuah
rumah kecil yang orang lebih sering menyebutnya kedai karena begitu kecilnya.
Rumah ini berada tepat di depan rumah nenekku. Dan disinilah aku dibesarkan dan
hingga saat ini orangtuaku masih tinggal di rumah itu.
Masuk SD (SDN 001
Bagan Kota)
Bukan bermaksud menceritakan
kelemahan orangtua, tapi sejak kecil aku lebih sering berinteraksi dengan nenek
bukan karena aku tak bisa menerima keadaan orangtuaku namun terlebih karena
neneklah yang selama ini menanggung biaya urusan perutku ketika orangtuaku
kesusahan. Namun bagaimanapun orangtuaku telah berusaha untuk memberikan yang
terbaik untuk anaknya. Soal pendidikan orangtuaku selalu ingin yang terbaik.
Sesusah apapun saat itu, mereka tetap menyekolahkanku di SD yang bisa dibilang
tempatnya orang-orang kaya. Hanya golongan tertentu saja yang bisa diterima
sekolah disana dan aku menjadi salah satu bagian disana.
Ketika SMP (SMPN 1
Bangko)
Aku adalah seorang
anak yang tumbuh dengan berjuta mimpi dikepala, dan sejak kelas 6 SD aku sudah
terbiasa menuliskan apa yang ingin aku capai di kertas. Sekalipun mimpi itu
rasanya mustahil aku pasti tetap mencatatnya karena aku yakin kalau kita
berusaha akan ada jalan untuk mencapai mimpi itu.
Ketika sudah
belajar di SMP, aku sering iri dengan teman-temanku yang bisa dibilang jauh
lebih kaya dariku. Hal yang paling membuat aku iri adalah saat pertama kali
masuk sekolah setelah menikmati libur panjang semester genap. Banyak dari
mereka yang menceritakan pengalaman menyenangkan selama liburan ada yang keluar
negeri, keluar provinsi, dan sebagainya. Aku hanya bisa mendengar saja,
jangankan untuk keluar negeri bahkan ke Ibukota provinsi saja aku belum pernah.
Setelah peristiwa itu aku lagi-lagi menuliskan mimpiku ini di selembar kertas
'Aku Ingin ke Pekanbaru'.
Suatu hari Dinas
Pendidikan mengadakan Olimpiade Sains Nasional tingkat SMP dan Alhamdulillah
waktu itu aku terpilih untuk mewakili sekolah di cabang Fisika. Mungkin karena
nilai fisikaku saat itu lebih tinggi dibanding yang lain. Dan tanpa
disangka-sangka sebelumnya aku berhasil menjadi juara 2 tingkat kabupatern dan
berhak mewakili kabupaten di tingkat provinsi. Dan itulah bagaimana pertama
kalinya aku menginjakkan kaki di ibukota provinsi yaitu Pekanbaru tanpa
sedikitpun mengeluarkan biaya. Dan itu juga bukti bahwa sesungguhnya Allah
pasti mendengar doa kita.
Sejak saat itu aku
tercatat beberapa kali pulang pergi Pekanbaru untuk mewakili kabupaten di
Berbagai Ajang dan dari sana aku mengenal banyak teman luar biasa. Termasuk
Novi- Juara DCR 2013. Orang yang sangat sering aku temui di setiap ajang yang
aku ikuti.
Ketika SMA (SMAN 1
Bangko)
Dari kecil hingga
SMA aku dikenal sebagai sosok pendiam yang lebih memilih berkarya dalam diam. Hingga suatu hari ada
seorang guru yang menegurku 'Eh randy, ibu lihat kamu lebih banyak diam padahal
kamu pintar. Jangan-jangan prestasi kamu selama ini hanya karena kamu mencontek
orang lain'. Celetukan itu benar-benar membuat aku tersadar. Aku ingin berubah,
aku ingin membuktikan kalau ini adalah hasilku bukan karena orang lain. Aku
ingin membuktikan kalau aku juga bisa bicara. Dan saat itu aku bermimpi untuk
mewakili sekolah di ajang yang banyak bicaranya. Seperti biasa aku lagi-lagi
menulis di selembar kertas 'Aku Ingin mewakili Sekolah di Ajang Debat'. Dan
Alhamdulillah lagi-lagi Allah memperkenankan aku untuk ikut debat. Dan
kebetulan saat itu sekolahku bisa menjadi juara 2 dalam lomba debat. Dan
disanalah aku juga bertemu dengan Aam Endahandoko- 10 Besar Penulis Terbaik
se-Indonesia.
Ingin Kuliah
Sejak aku duduk di
kelas 2 SMA, aku sudah sering memimpikan bagaimana rasanya bisa melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus nanti. Namun aku sadar bagaimana
keadaan orangtuaku, dan aku tak pernah sekalipun menanyakan atau mengatakan
tentang keinginanku untuk kuliah ini kepada orangtuaku. Karena hanya akan
menambah beban fikiran mereka saja.
Suatu hari sekolah
kami tidak mengadakan kegiatan belajar-mengajar efektif karena ada
gotong-royong. Ketika sedang beristirahat sejenak aku melihat salah seorang
temanku berjalan menuju ruangan majelis guru. Sekedar basa-basi aku menanyakan,
'Mau kemana mel?'
Mau daftar
beasiswa ran.
Beasiswa apa?
Aku makin penasaran
Beasiswa Chevron.
Aku yang sangat
penasaran akhirnya memutuskan untuk ikut. Sampai diruangan majelis guru, aku
segera bertanya pada guru yang bersangkutan tentang beasiswa ini. Kenapa aku
bisa tidak mendapatkan informasi apa-apa tentang masalah ini. Saat itu
kebetulan aku bersama seorang teman yang menjadi juara umum disekolah kami dan
dia juga tidak mengetahuinya.
Guru yang ada
menjelaskan bahwa beasiswa ini diberikan kepada siswa yang berprestasi dan
kurang mampu untuk biaya melanjutkan kuliah. Dan sekolah kita sudah menunjuk
tiga orang perwakilan untuk seleksi tingkat kabupaten. Aku tentu saja tidak
terima karena kebetulan namaku tidak ada diantara ketiga nama yang ditunjuk.
Aku terus saja protes dan menyampaikan rasa tidak terima atas keputusan ini.
Hingga aku mengeluarkan satu statement yang saat itu mampu membuat guru
tersebut tidak bisa berkata-kata lagi.
Ibu guru yang
terhormat, beasiswa ini ditujukan untuk mereka yang berprestasi dan kurang
mampu. Saya melihat dari ketiga orang ini memang saya akui mereka berprestasi
namun tidak bisa dikategorikan sebagai siswa kurang mampu bu. Kalaupun
seandainya prestasi yang menjadi tolak ukur toh kenapa teman saya yang juara
umum ini tidak terpilih juga. Saya tidak merasa sebagai siswa paling hebat bu.
Namun alangkah lebih baiknya jika perihal beasiswa ini kita adakan seleksi
terlebih dahulu disekolah ini. Kita punya banyak siswa berprestasi bu. Kalaupun
nanti setelah diseleksi saya tidak lulus saya akan terima, yang penting saya
sudah mencoba bu. Bukan apa-apa bu, saya dan mungkin beberapa teman saya yang
tidak terpilih punya keinginan besar untuk kuliah bu. Jadi saya rasa keputusan
paling tepat adalah sekolah mengadakan seleksi untuk mengirimkan perwakilannya.
Setelah
menyampaikan protes ternyata apa yang saya sampaikan benar-benar dipenuhi oleh
sekolah. Kami para juara kelas diseleksi untuk diambil 3 terbaik yang akan
mewakili sekolah. Dan hasil seleksinya menunjukkan bahwa aku memang layak untuk
mewakili sekolah bersama temanku yang juara umum tadi serta satu perwakilan
siswa IPS. Setelah mengikuti seleksi di kabupaten ternyata aku juga masuk 5 besar
terbaik di kabupaten dan berhak mengikuti inagurasi di provinsi .Saat itu aku
berada di peringkat 4 Darmasiswa Chevron Riau 2014 dan berhak mendapat biaya
pendidikan sebesar Rp 8.500.000/tahun selama 4 tahun dan sebuah laptop. Dengan
uang ini akhirnya aku bisa melanjutkan kuliah.
Ternyata benar,
mimpi itu perlahan-lahan akan jadi nyata jika kamu berusaha. Setiap ada usaha
Pasti akan ada Jalan. Jangan pernah berhenti bermimpi. Karena Allah selalu
mendengar mimpi kita.
Sekalipun kau
harus mencari jarum di dalam tumpukan jerami, pasti akan bisa kau dapatkan jika
bersungguh-sungguh.