Dialog dengan Diri - Randy Lorena Candra

4 Agustus 2018

Dialog dengan Diri

Seperti Kopi, setiap tulisan punya penikmatnya sendiri, aku tak peduli betapa tidak terstrukturnya nanti tulisan ini, Aku tetap yakin akan ada orang yang menikmati tulisan ini.

Sesuai judulnya, aku mencoba mengemas tulisan ini berbeda dari sebelumnya. Aku mencoba menceritakan kisah cukup panjang ini lewat dialog dengan diri sendiri. Semoga pertanyaan yang aku tanyakan pada diri sendiri ini, merupakan pertanyaan yang sama bagi pembaca yang mungkin tak berani menanyakan langsung.

Maka nikmatilah dialog dengan diri Tentang sebuah Proses.

A : Sudah Wisuda, Bagaimana rasanya, Ran?
B : Senang tapi tidak terlalu lega.

A : Senangnya kenapa?
B : Pada akhirnya bisa mengajak orangtua untuk pertama kalinya ke Pekanbaru. Sejak awal masuk kuliah sampai sebelum wisuda kemarin, aku belum pernah dikunjungi oleh orangtuaku. Anggaplah sekitar 5 tahun berjalan.

A :Kenapa tidak pernah dikunjungi?
B : Keluarga kami bukan keluarga dengan anggaran pendapatan dan belanja yang besar. Uang yang ada lebih baik digunakan untuk hal lain yang lebih penting. Kalaupun ada uangnya, Aku yang tidak mau dikunjungi.

A : Kenapa? Sombong sekali...
B : Justru itu yang terbaik, tidak cukupkah bikin repot orangtua saat mengandung dulu? Bikin repot orangtua jikalau harus mengurusi keperluanmu. Maka saat sudah besar, usahakan tidak bikin repot.

A : Lalu kenapa tidak lega?
B : Ya, momen paling melegakan buatku telah lewat, waktu ujian sarjana, Rasanya lepas semua beban. For your Information. Penelitianku lebih batas waktunya. Untung saja masih ada toleransi.

A : Kenapa bisa masuk jurusan MSP, Fakultas Perikanan, Univ. Riau?
B : Ceritanya panjang, Penuh perjuangan. Mau dengar?

A : Tentu saja, sedetail-detailnya ya.
B : Dulu, aku tak pernah bermimpi masuk ke Jurusan ini. Jangankan memilih jurusan, bermimpi untuk kuliah saja aku tidak berani.

A : Kenapa?
B : Masih perlu diulang? Sudah aku sampaikan, aku keluarga miskin. Aku pernah sekali bertanya ke orangtuaku, waktu itu aku berada di kelas 11 SMA, setelah lulus apakah aku akan lanjut? Mereka memilih diam, tidak mau mematikan mimpiku, namun juga tak mau memberikan harapan.

A : Lalu, bagaimana setelah itu?
B : Aku tetap percaya pada keajaiban dan anugerah Allah, namun tak mau terlalu berharap. Yang jelas saat itu aku berusaha untuk sedikit mengubur mimpi dan cita-citaku.

A : Memang apa cita-citamu?
B : Guru, Dosen atau sebutan lainnya untuk menyebut tenaga pengajar.

A : Sejak kapan, dan kenapa memilih itu?
B : Sejak kelas 2 SD, waktu itu aku pernah bertanya ke guru sebuah pertanyaan yang menurutku sangat sulit dijawab saat itu. Namun guru itu dengan senyum manisnya bisa menjawab pertanyaan itu. Maka sejak saat itu aku selalu berfikir bahwa guru adalah orang pintar dan mulia. Aku ingin seperti itu.

A : Lantas bagaimana pada akhirnya bisa kuliah?
B : Aku menerima beasiswa. Darmasiswa Chevron Riau namanya.

A : Wah, bagaimana bisa?
B : Kita mulai satu per satu ya. Waktu itu aku berada di Kelas 12 SMA, tingkat akhir. Sedang ada class meeting. Aku termenung di depan kelas karena tidak tau akan berbuat apa. Tiba-tiba ada dua orang temanku lewat. Terjadilah dialog diantara kami.

A : Dialog tentang apa?
B : intinya mereka katakan akan mendaftar beasiswa. Mereka telah dipilih oleh pihak sekolah. Aku bahkan tidak tau prosesnya sepertinya apa.

A : Lalu?
B : Aku tentu tidak terima, aku ikuti mereka lalu menanyakan kepada guru kesiswaan saat itu. Aku menanyakan bagaimana proses seleksinya. Lalu dijawab bahwa yang dipilih adalah yang juara umum (1 orang), kurang mampu (1 orang) dan aktif organisasi (1 orang). Tanpa bicara akhirnya aku keluar ruangan itu.

A : Kenapa keluar? Tidak masuk kriteria?
B : Tentu saja tidak, aku mencari penguatan.

A : Maksudnya?
B : Aku keluar untuk menjemput seorang temanku yang memang benar-benar Juara Umum 1 di sekolah. Aku ajak dia menghadap guru tersebut.

A : Untuk apa?
B : Aku sampaikan ke guruku saat itu. "Bu, saya tidak bermaksud untuk membantah keputusan pihak sekolah, namun setiap orang berhak punya kesempatan untuk dapat beasiswa kuliah kan? Kalau misalnya yang dipilih tadi adalah Juara Umum, lalu kenapa teman saya ini tidak dipilih? Dia juara umum 1 di sekolah. Kalau misalnya yang dipilih adalah siswa kurang mampu, saya rasa ibu kenal saya, saya bahkan tidak pernah bayar uang SPP sekolah. Saya dapat tunjangan miskin dari sekolah. Kalau misalnya yang dipilih adalah orang yang aktif organisasi saya rasa ibu juga tahu bahwa saya pernah jadi wakil Ketua OSIS."

A : Berani sekali, lalu hasilnya bagaimana?
B : Guru tersebut bingung dan meminta saya menghadap kepala sekolah. Saya mengikuti, saya menemui kepala sekolah dan saya menyampaikan penjelasan yang sama kepada Kepala Sekolah.

A : Hasilnya?
B : Kepala Sekolah akhirnya membuat keputusan spontan, semua juara kelas pada kelas 12 dikumpulkan untuk akhirnya dilakukan seleksi saat itu juga.

A : Seleksi apa?
B : Pertama, kami di seleksi dengan soal-soal tertulis. Dari sekitar 27 orang juara kelas, tersisa 5 orang dengan nilai tertinggi. Namun karena yang mewakili sekolah hanya 3 orang. Maka ada seleksi lanjutan.

A : Siapa saja 5 orang itu?
B : 2 orang yang dipilih sekolah sejak awal, sang juara umum 1, perwakilan kelas IPS dan saya sendiri.

A : Lalu selanjutnya?
B : Kami di tes kemampuan bahasa Inggris. Dan ternyata kemampuan kami merata. 

A : Keputusan Kepala Sekolah apa?
B : Usahaku membuahkan hasil, akhirnya yang terpilih adalah Aku, sang juara umum 1 dan perwakilan kelas IPS tadi. Namun itu baru perwakilan sekolah yang akan diadu dengan puluhan sekolah lainnya dan hanya menyisakan 5 orang perwakilan kabupaten.

A : Wah, luar biasa. Tahap lanjutannya?
B : Singkat cerita, dari 5 yang mewakili kabupaten aku dan sang Juara umum 1 menjadi 2 dari 5 orang tersebut. Akhirnya berhasil lah aku mendapat beasiswa untuk kuliah. Namun perjuangan belum selesai.

A : Apalagi memangnya?
B : Pihak pemberi beasiswa membuat persyaratan bahwa beasiswa baru akan diberikan apabila diterima di PTN atau PTS dengan akreditasi minimal B. Aku gagal lulus di jalur SNMPTN dan PBUD. Padahal aku hanya memilih Universitas Riau. Aku sempat terpuruk lagi.

A : Lalu?
B : Awalnya aku tidak mau mencoba Jalur SBMPTN, aku takut gagal lagi. Ditambah harus membayar sekiarn rupiah untuk mengikuti tes nya saat itu. Aku tak mau merepotkan orangtuaku. Namun ada seorang guru akhirnya memaksa aku untuk ikut. Bahkan beliau yang membayarkan uang pendaftarannya. Singkat cerita aku ikuti proses itu. Namun kali ini pilihan pertama aku tetapkan adalah MSP, aku tak tau itu jurusan apa. Yang jelas saat itu aku memilih karena ketika aku browsing peluang lulusnya besar. Dan ternyata memang disinilah tempatku.

A : Setelah masuk MSP, apa rasanya?
B : Canggung, bingung. Tapi tetap mencoba menikmati setiap prosesnya. Ternyata selalu ada hikmah dari setiap kejadian.

A : Apa hikmahnya?
B : Di MSP aku bisa mengukir dan mencapai banyak hal. Bisa menginjakkan beberapa kota dan daerah di Indonesia lewat praktikum lapangan, lewat event lomba dan lewat magang. Kalau di Jurusan lain aku mungkin tidak bisa mencapai ini. Bahkan aku sempat menjadi Bupati di jurusan ini.

A : Puas dengan capaian selama ini?
B : Lebih tepatnya aku bersyukur.

A : Setelah ini akan kemana dan apa target selanjutnya?
B : Menebar manfaat dan berbagi inspirasi.

A : Caranya?
B : Aku sedang berusaha mencapai kembali mimpi masa kecilku.

A : Menjadi tenaga pengajar? Bagaimana bisa?
B : Ya, aku sedang dalam tahapan seleksi Program Indonesia Mengajar. Mohon doanya agar dilancarkan.

A : Masih boleh bertanya?
B : Tentu saja.

A : Kenapa disetiap cerita kau selalu menekankan pada poin bahwa kau adalah orang miskin? Bukankah itu mengutuk keadaan?
B : Justru menurutku itu kebalikan, aku selalu fokus pada kata miskin memang disengaja. Bukan untuk mengharapkan belas kasian dan memberi tahu aib keluarga.

A : Lalu untuk apa?
B : Aku ingin sampaikan, setiap orang miskin juga berhak punya mimpi dan pendidikan tinggi. Jadi miskin bukan berarti tidak bisa melakukan apa-apa. Kejar terus, usaha terus. Lalu bertawakal. Walaupun aku belum jadi apa-apa dan siapa-siapa. Aku berharap capaian mahasiswa miskin sepertiku setidaknya bisa memberikan inspirasi untuk orang-orang disekitar.

A : Ada pesan yang ingin disampaikan sebelum kita akhiri dialog ini?
B : Ada, teruntuk siapapun yang membaca tulisan ini. Setiap orang pernah berada pada fase dimana dia jenuh dan merasa terpuruk. Namun percayalah, mengeluh bukanlah jalan penyelesaian masalah. Bangkit dan berusaha untuk melewatinya. Terkhusus orang miskin dimanapun berada. Teruslah berusaha untuk mengejar mimpimu.

The End.

Semoga Dialog dengan Diri ini bisa menjawab berbagai tanya. Semoga bermanfaat.



Tidak ada komentar: