Februari 2014 - Randy Lorena Candra

26 Februari 2014

Belajar dari Ikan
11.390 Comments

Indonesia adalah sebuah bangsa yang penuh dengan keanekaragaman di berbagai bidang. Keanekaragaman tersebut ulai dari suku, ras, agama, budaya dan sebagainya. Sebagai bangsa yang besar kita seharusnya bisa menghargai perbedaan tersebut dan menerima bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersifat Pluralisme.

Keberagaman tidak hanya terjadi pada manusia, namun juga terjadi pada IKAN. Berdasarkan ilmu Ikhtiologi, di bumi ini terdapat sekitar 40.000 spesies ikan dan khusus di Riau terdapat lebih dari 300 spesies ikan, dimana masing-masing ikan ini memiliki perbedaan yang sangat khas.

Berbicara masalah ikan, saya tertarik untuk membahas 2 jenis ikan yaitu Ikan Mas dan Ikan Lele. Karena jika kita teliti kedua ikan ini, kita bisa mengambil pelajaran yang sangat hebat.

Pertama, Ikan Mas (Cyprinus carpio), ikan yang meiliki penambilan bagus, biasa hidup di air yang bersih. Selain bisa di konsumsi ikan ini juga bagus untuk jadi ikan hias. Jika di analogi kan ke manusia, ikan ini adalah jenis ikan yang tergolong kaum Elit.



Kedua, Ikan Lele (Clarias Batrachus), ikan yang berwarna gelap, biasa hidup di air yang kotor. Tidak pernah dijadikan ikan hias, hanya sering di konsumsi. Jika di analogikan ke manusia maka bisa dikatakan ikan ini adalah golongan miskin.



Semua orang pasti lebih ingin menjadi ikan mas daripada ikan Lele. Namun ada nilai Filosofi yang sangat dalam dari kedua ikan ini.
Ikan mas biasa hidup di air bersih, jika sekali saja ikan mas dimasukkan ke dalam air kotor maka ikan mas tersebut akan mati. Berbeda dengan Lele, sekotor apapun airnya dia masih bisa bertahan hidup. Artinya Ikan Lele memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik. Jadi initinya orang miskin bisa menghadapi masalah dengan lebih sabar daripada orang kaya. Dan kemampuan adaptasi orang miskin jauh lebih hebat dibanding orang kaya. Orang miskin bisa bersifat Fleksibel dengan lingkungan.

Jadi sesungguhnya, PENAMPILAN dan TEMPAT HIDUP tidaklah penting. Yang penting adalah bagaimana kita menjalani hidup ini dengan selalu bersyukur. Karena pada dasarnya BUKAN BAHAGIA YANG MEMBUAT KITA BERSYUKUR, TAPI BERSYUKUR YANG BISA MEMBUAT KITA BAHAGIA.



Read more

15 Februari 2014

Fenomena Indonesia, Latah atau Dinamis ?
03.200 Comments

Mungkin sudah menjadi sifat umum pada diri manusia yang selalu bisa menjadi tukang kritik. Dan bahkan banyak dari manusia yang hanya bisa mengkritik tanpa memberi solusi. Jujur saja saya juga termasuk si tukang kritik. Saya yang saat ini masih manusia biasa hanya bisa menulis untuk menyampaikan kritik terhadap Fenomena yang ada di Indonesia.

Pada dasarnya setiap rakyat suatu bangsa seharusnya bangga terhadap kemajuan yang telah di alami oleh bangsanya. Namun saat ini saya sebagai rakyat suatu bangsa yang Besar yaitu INDONESIA tidak merasa bangga terhadap perkembangan yang ada di Indonesia dalam beberapa bidang khususnya bidang pertelevisian.

Seiring berkembangnya IPTEK di dunia Indonesia justru menunjukkan kemunduran dalam urusan siaran televisi. Acara televisi saat ini telah berkembang secara DINAMIS dengan konsep acara yang hampir seragam di hampir seluruh stasiun televisi yang menurut saya pribadi lebih kepada sifat LATAH. Latah dalam hal ini adalah terkesan terlalu memaksakan untuk mengikuti tren yang menyebabkan hilangnya Pluralisme acara televisi. Kebanyakan siaran tv yang ada saat ini lebih menonjolkan GOYANGAN dibanding dengan siaran yang bermutu.

Secara lebih spesifik saya harus menyebutkan bahwa Trans 7 (Oplosan), RCTI (New Gas Pol), Antv (Cabe-cabean) adalah merupakan stasiun tv yang menurut saya adalah stasiun yang telah menunjukkan KE-DINAMIS,LATAH-AN. Jujur saja saya dulunya adalah seorang penikmat Stasiun Trans 7 karena dulunya menurut saya mereka memiliki konsep acara yang sangat kreatif dan bermutu tinggi. Namun seiring dengan kenyataan yang ada kini kekaguman saya itu telah berkurang.

Nah, setelah memaparkan pendapat saya di atas mari kita jawab pertanyaannya 'DINAMIS atau LATAH' ?


Read more