Desember 2012 - Randy Lorena Candra

9 Desember 2012

Perjalanan sang waktu
21.360 Comments


Perasaan risau, cemas dan sedih bercampur menjadi satu. Dentuman jantung saat itu serasa mengalahkan suara petir di musim hujan. Gemericik darah yang mengalir terasa bagai tsunami menggulung bumi. Hembusan nafas bagai beliung tak beraturan. Sore itu, aku dan semua siswa kelas 9 disekolahku diminta untuk berkumpul di lapangan. Aku, Badrol dan Hasan yang sejak lama bersahabat datang dengan gaya kaku memakai tanda pengenal kami “Putih Biru”. Sore itu kami semua berkumpul di lapangan upacara tepat pukul 16.00 WIB, memakai seragam putih biru seperti  yang di instruksikan kepalas ekolah.

Kami berbaris rapi tanpa berani bertingkah karena dalam hati kami saat itu ada perasaan takut yang coba kami sembunyikan. Sejurus kemudian pemimpin sekolah naik ke podium upacara,para wali kelas diminta untuk membagikan amplop keseluruh siswa di lapangan. Bagaikan prajurit yang dikomandoi olehJendral, para wali kelas segera membagikan amplop keseluruh siswa. Kemudian sang pemimpin sekolah meminta kami untuk membuka dan membaca isi amplop tersebut. Aku sempat bingung, amplop apa ini?. Pertanyaan itu terus muncul dalam pikiranku. Dalam kebingungan itu aku tetap melaksanakan perintah kepala sekolah. Setelah membuka amplop itu mataku tertuju pada satu kata “LULUS”. Satu kata itulah yang selama berhari-hari belakangan selalu kami tunggu dan kata itulah yang menjawab segala kerisauan dalam hati kami.
‘Duaarrr’….

Tiba-tiba suara petir membuyarkan lamunanku. Pagi itu gerimis menemani diriku yang dilanda kegalauan.
Aku segera mengambil tas dan memakai sepatu untuk melanjutkan aktivitas rutinku sebagai pejuang ilmu. Pagi itu aku tiba di sekolah dengan semangat luar biasa. Rasanya aku ingin melahap semua ilmu yang disuapkan oleh guru.  Aku sadar waktuku disekolah ini hanya sebentar lagi,  karena kini aku telah berada di tingkat teratas alam putih abu-abu.

Jam pelajaran pertama dimulai.
10 menit berlalu guru yang masuk jam pertama belum juga menunjukkan diri. Sampai 1 jam berlalu guru itu belum juga menunjukkan diri. Semangatku untuk melahap pelajaran mulai hilang. Saat aku termenung, salah seorang teman sekelasku mengajakku pergi kekantin yang sebenarnya sangat dilarang. Namun entah setan apa yang masuk dalam pikiranku saat itu, aku pun tidak menolak ajakannya. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Hari demi hari selalu aku habiskan bersama kebiasaan baru yang menyesatkan ini. Aku selalu pergi kekantin ketika guru tidak masuk.Dan akhirnya aku terbiasa.

2 bulan berlalu, kami satu kelas dihukum lari keliling lapangan karena tidak mengerjakan tugas. Saat itulah timbul perasaan menyesal dalam diriku, kenapa aku menjadi seperti ini. Dalam hati aku merintih “YaTuhan, kembalikan semangat belajarku yang dulu”.
Sekarang, aku mencoba kembali menata kehidupanku yang dulu sempat hilang karena kebiasaan yang menyesatkan. Aku menjadi lebih giat belajar karena yang ada dalam pikiranku saat ini adalah bagaimana cara mengulang momen 3 tahun silam. Momen dimana aku dan sahabatku meneriakkan satu kata “LULUS”.


Read more