Randy Lorena Candra

7 Maret 2022

Hidup bukan Pilihan Ganda
08.560 Comments
Katanya, semakin banyak membaca maka semakin baik kualitas tulisan. Terus terang, aku tidak terlalu suka membaca namun aku tetap ingin menulis, terserah entah itu bagus atau tidak, untukmu yang sedang membacanya. Harapanku sederhana, tulisan ini bisa memberikan perspektif baru dalam menjalankan keseharian.

Aku menyukai komedi, terutama stand up comedy, dalam teori dasar yang sering ku dengar dari beberapa komika terkenal melalui kanal youtube, materi yang baik adalah materi yang berasal dari keresahan dan kejujuran. Lewat tulisan ini, aku coba untuk menyampaikan 'materiku' yang berasal dari keresahan dan kejujuran, tapi ini bukan tulisan komedi, jadi jangan mencari lucunya.

Bagi yang mungkin belum begitu mengenalku, atau bahkan baru saja mampir ke blog ini, izinkan aku recap sedikit fase hidupku, bahwa dulu pasca kuliah aku memutuskan untuk menjadi relawan pengajar di daerah terpencil yang pendidikannya masih butuh perhatian. Sejujurnya, aku tak begitu yakin bahwa kehadiranku disana mampu membawa perubahan, justru pengalaman 12 purnama, hidup dan menetap bersama masyarakat disana, membuat aku bisa paham caranya menikmati hidup dengan sederhana. Sesederhana melihat anak kecil makan mie instan tanpa dimasak, seolah mereka sedang menyantap makanan paling lezat di dunia, terutama ketika akhir-akhir saat yang tersisa hanya micin. Ngawur.

Poinnya bukan tentang itu, Poinnya tentang kenapa aku memilih jalan itu? Aku sering cerita bahwa menjadi guru adalah mimpi masa kecilku, yap tentu itu benar. Tapi alasan utamanya justru bukan itu. Alasan utamanya karena aku tidak punya pilihan - saat itu. Saat dimana aku belum tau, akan jadi apa aku ini.

Singkat cerita, setahun berlalu, setahun yang membentuk, yang membuat aku mulai tahu arah. Mulai meyakini bahwa di setiap aktivitas yang aku lakukan, aku mesti berdampak walaupun kecil. Lalu tanpa sengaja aku melihat lowongan, di sebuah startup yang hingga kini aku masih bekerja disini.  Sesuai statement di awal, bahwa aku tidak suka membaca, tanpa membaca dan mencari tahu detailnya, aku putuskan untuk mendaftar, mengikuti semua rangkaian prosesnya dan aku diterima untuk tetap bisa berdampak lewat startup ini. Apa mungkin sedang tidak ada pilihan lain. Tapi aku pastikan, mereka tidak menyesal memilih aku, wkwk - jumawa.

Desember 2020, sekitar 9 bulan pasca bekerja secara profesional, aku membuat keputusan besar dalam hidup memberanikan diri untuk menikah dengan perempuan yang aku pilih. Bukan orang baru, dia adalah perempuan yang tanda cintanya sudah aku tangkap saat kami masih sama-sama menjadi relawan di daerah terpencil. Pernikahan bermodal nekat, bahkan sangat nekat. Orangtuaku bukanlah orang kaya. Aku sendiri tidak punya tabungan masa lalu, hanya bermodalkan gaji yang dikumpulkan selama 9 bulan bekerja lalu berani ingin menambah tanggungjawab menafkahi perempuan lain. Bahkan karena alasan financial, aku tidak mampu memboyong kedua orangtuaku utk hadir di pernikahanku. Bocah gendeng - gak masuk akal blas kalau kata orang Jawa. 
Tapi siapa sangka, ketika diniatkan, semua berjalan saja tanpa hambatan. Sampai saat ini aku masih berfikir, kenapa istriku mau menerimaku, mungkin jawabannya karena dia tidak punya pilihan - saat itu.

Kisaran April 2021, pertama kali kami mengetahui bahwa kejantananku teruji. Istriku diberi kesempatan untuk menjalankan peran terberat sebagai seorang perempuan, mengandung dan dan nanti melahirkan ditambah harus tetap mengurusi suami yang menyebalkan. Sungguh kasian sekali dia, tapi dia kuat. 

Oktober 2021, aku diberi kesempatan untuk mengemban tanggungjawab lebih besar ditempat kerja, dengan konsekuensi bahwa aku harus menjalankan tugas dan menetap di tanah Borneo.  Hasil bertapa dan diskusi dengan istri serta keluarga, mengarahkan aku untuk mengambil kesempatan tersebut. Jadilah istriku mengandung tanpa pendampingan komprehensif dari suaminya. 

31  Januari 2022, jagoanku lahir. Ku beri nama Fatih Zafran Al Qarni. Sebuah nama yang penuh pengharapan. Saat tulisan ini publish, umurnya sudah 39 hari. Kalau kata orang masih lucu-lucunya, tapi sudah harus ditinggal oleh ayahnya karena bertugas ditempat yang jauh. Lagi dan lagi istriku harus menjadi ibu tanpa pendampingan detail dari suami, anakku juga nanti akan tumbuh jauh dari dekapan sang ayah. Rasanya sedih. Sangat sedih. 

Sebagai seorang suami dan ayah, dilema sering muncul, niat untuk menyerah dengan jarak sering juga muncul, dalam hati seringkali berfikir, lebih baik aku meninggalkan amanah ini demi dekat dengan istri dan anak, setiap kali niat itu aku lontarkan ke istriku, dia selalu menyemangati dan membuat aku yakin bahwa keputusan ini adalah keputusan yang mesti terus diyakini. 

Pesan istriku selalu terngiang : 

Ayah, 
Kita hanya perlu berdamai dengan hidup,
Kita hanya perlu meyakini bahwa ini semua campur tangan Tuhan
Tuhan ciptakan dunia ini sangat luas dan rinci, jangan persempit fikiran ayah 
Di banyak situasi mungkin kita perlu membuat pilihan,
Tapi tidak semua hal mewajibkan kita memilih yang 1 lalu meninggalkan yang lainnya
Ayah tidak usah menyulitkan posisi ayah dan memaksa untuk memilih 1 dari 2 pilihan
Menjadi ayah dan suami yang baik 
atau 
menjadi karyawan yang baik

Justru ayah mesti berdamai dengan keduanya, bahwa keduanya saling berkaitan
Menjadi karyawan yang baik adalah refleksi bahwa ayah adalah ayah dan suami yang baik,
Pun begitu sebaliknya, menjadi ayah dan suami yang baik
bisa ayah tunjukkan dengan menjadi karyawan yang baik,

Tidak semua hal ini mewajibkan kita memilih
Hidup bukan Pilihan ganda, dimana kita wajib memilih satu dari sekian pilihan
Ayah cukup meyakini bahwa jika tiba saatnya nanti 
akan ada jalan baru yang Tuhan kasi untuk membuat kita semakin yakin akan kebesarannya.

Pesan itu betul-betul membekas dalam hidupku, walaupun aku tau, pasti ada situasi dimana dia merasa perlu aku bersamanya. Tapi tak sekalipun ia tunjukkan itu, demi menjaga agar aku bisa fokus dengan tanggungjawabku. Pesannya membuat aku sadar, bahwa hidup memang tak selalu pilihan ganda. Ada saatnya kita harus memilih, ada saatnya kita harus mengambil keputusan tanpa ada pilihan dan ada saatnya kita harus mengambil semua pilihan yang disediakan lalu berdamai dan percayakan pada Tuhan.

Malam ini, lewat tulisan ini, aku hanya ingin sampaikan rasa syukur memiliki istri yang tidak pernah sekalipun memaksa aku untuk memilih. Lewat tulisan ini juga aku hanya ingin sampaikan bahwa aku disini Rindu pada Kalian. Istri dan Anakku.

Selamat Terlelap,
Istriku Aulia dan Anakku Zafran,








Read more

11 Agustus 2020

Gambaran
17.570 Comments

 Dia sangat mengganggumu. Berisik, menanyakan kabar, keadaan, memohon sayang, memelas rindu. Dia tidak membebaskanmu. Tidak membiarkanmu bersenang- senang terlalu larut Kamu tidak suka caranya memperhatikanmu. Berlebihan Dengarlah, bahwa dia yang begitu adalah dia yang tak kau temukan lagi bagian darinya dalam diri orang manapun. Dia yang mencintaimu tanpa tapi. Dia melawan dunianya untuk tetap didekatmu. Dia bersikeras memperjuangkan kamu. Dia yang menolongmu bahkan tanpa kamu minta. Dia yang seperti itu, tidak akan tega memaksamu, hanya jika kamu sudah siap kehilangannya, katakan Maka dia yang seperti itu pasti pergi. Dia yang seperti itu selalu pergi tanpa penjelasan. Dia yang seperti itu punya kepercayaan bahwa sesuatu bagus dibuktikan dibanding dibicarakan. Dia yang jika kamu menutup kesempatannya, akan diam lalu mundur pelan-pelan. Dia yang akan hilang dan belajar mencintai lagi diluar. Dia yang sudah pandai mengikhlaskan sejak masih denganmu. Dia yang mau belajar mengerti orang bukan mengedepankan ego. Dia yang seperti itulah yang akan hilang darimu. Dia yang akhirnya sadar, perjuangannya tidak diinginkan. Lalu saat datang rasanya rindu bagimu untuk diperlakukan sebagaimana dia memperlakukan kamu. Dia sudah bersama yang lain. Kamu melihat dari jauh, bagaimana seharusnya perlakuan itu hanya untuk kamu. Kamu menginginkannya lagi, namun bahkan bila kamu benar mendapatkannya lagi. Rasanya tidak akan pernah sama. Dia yang seperti itu memang hebat. Meski tau hatinya bukan lagi untukmu. Dia yang itu tetap mencoba membaginya dengan kamu. Dia yang seperti itu, yang tak ingin kamu kecewa, meski tau dia harus berkorban rasa. Karna di dalam dia, sudah ada nama lainnya. Tak apa baginya. Karna dia selalu tentang kamu. Apapun dan bagaimanapun kamu. 

Ttd. Aku.

Read more
A
09.110 Comments
Halo A, 
Ini jam sebelas lewat sebelas.  
Aku lagi nulis buat bikinin kamu kata-kata, walaupun gak kamu minta. 
Belum tau mau nulis apa, ketik-ketik aja dulu, siapa tau bagus. Kalau ga bagus tinggal apus, hehehe. 


Tadi aku lagi nulis-nulis puisi gitu, tapi aku mikir, itu bukan bahasa kita, bukan gaya kita. kita ga perlu prosa atau senandika, lebih dari itu ktia bicara pakai hati. Tau gak? Aku masih nahan diri, supaya gak nulis yang enggak-enggak. Biar kamu tetep nyaman. 


Gak susah buat aku, ngungkapin perasaan-perasaan, karna kalimat-kalimat indah hanya butuh pengelolaan. Aku bisa bikin itu buat siapa aja. Buat kamu, aku mau yang beda. 


Kamu spesial, kamu unik dengan cara kamu, kamu jadi diri kamu sendiri yang bisa bikin aku juga jadi diri aku sendiri. Udah? Belum. Yang bikin jadi lebih spesial lagi adalah, kenyataan bahwa sebenarnya kita adalah orang asing, kita ga mengenal satu sama lain, aku ga habis pikir, gimana caranya ada dua orang asing bisa bicara mewakili dirinya masing-masing tanpa takut terlihat aneh. 


Kita ini aneh, tapi kamu bikin aku sadar, bahwa jadi aneh itu bukan sesuatu yang harus ditakuti. Hanya perlu menemukan orang aneh lainnya, yang mau nerima keanehan kita. 


Tiga, gatau kenapa aku lagi mau ngomongin angka tiga. Aku suka tiga. pun ini jadi salah satu alasan, kenapa aku ingin menikah di bulan tiga, 

Karna sesuatu jika dibagi menjadi tiga, seringkali jadinya akan adil, contoh, 

versi aku, 
versi kamu, 
versi yang sebenarnya. 
Ngerti ga? 

Nih aku kasih contoh lagi yang lebih natural, ga dibikin-bikin, emang ada dari sananya. 

air, 
tanah, 
udara. 


Nih, lagi ya. 

masa lalu,
masa sekarang,
masa depan. 


A, aku punya masa lalu, kamu juga punya. Apa aku pernah bikin kesalahan di masa lalu? Jelas. Apa kamu pernah bikin kesalahan di masa lalu? Pernah juga. Apa kita mau mempermasalahkan itu? Harusnya jangan. Kenapa? Karna masing-masing dari kita melakukan itu, karna pada waktu itu, aku ga ada buat kamu, juga sebaliknya, kamu ga ada buat aku. 

A, kita punya masa sekarang. Bukan berarti kita ga akan buat kesalahan, pasti buat. Bedanya, saat aku buat kesalahan nanti, aku harap kamu ada buat aku, juga kamu boleh berharap sebaliknya, karna aku emang akan ada buat kamu. 

A, kita punya masa depan, masa depan kita nanti cuma bisa dicapai kalo kita bisa ngelewatin masa sekarang, berdua, sama-sama. Itu doang paling yang bisa aku tulis buat kamu, Udah dulu ya, A,
Aku rindu kamu, sungguh. selamat tidur.

#AkuRindu

Read more

27 Februari 2020

Memulai Perjalanan Baru bersama Aruna Indonesia
19.390 Comments
Setelah memilih untuk mengabdi dalam dunia sosial di Indonesia Mengajar selama setahun, praktis jiwa sosial dan keinginan untuk bisa bermanfaat dengan orang sekitar semakin menjadi-jadi. Setiap memilih pekerjaan atau memulai kegiatan saya selalu menjadikan "dampak" sebagai salah satu pertimbangan. Apakah yang saya lakukan nantinya bisa berdampak untuk orang di sekitar saya?
Namun tak bisa dipungkiri, hasrat untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dan menyiapkan masa depan juga tak bisa dikesampingkan.

Siang itu, saya sedang berada di Mansalong. Sebuah desa di Kalimantan Utara dekat dengan Desa dimana saya selama setahun ini mengabdi. Bulan terakhir mengabdi, saya sempat tertekan dan kebingungan akan kemana saya nanti setelah pengabdian ini. Ketika memutuskan bergabung di IM, saya terhitung sebagai Fresh Graduate yang belum punya pengalaman kerja. Siang itu, saya iseng membuka Linkedin dan mencari berbagai lowongan yang memungkinkan untuk saya daftarkan.

Saya tidak tahu darimana sumbernya, yang jelas ketika itu lowongan sebagai Local Heroes di Aruna Indonesia muncul di timeline Linkedin saya, dengan Bahasa “Kamu berjiwa petualang? Berani bergaung untuk ikut mensejahterakan nelayan”. Saya sangat tertarik dengan kalimat ajakannya. Saya berfikir inilah waktunya bagi saya untuk tetap bisa bermanfaat namun dengan bidang ilmu yang sesuai dengan apa yang saya pelajari selama hampir 5 tahun di perkuliahan. Saya tidak langsung mendaftar, saya memutuskan untuk mencari tahu tentang Aruna Indonesia karena saya benar-benar buta dengan perusahaan ini. Hanya karena secara tidak sengaja baru saya tahu tentang perusahaan ini.

Singkat cerita, hasil penelusurusan saya membuahkan hasil bahwa Aruna adalah sebuah start up bidang teknologi yang bekerja di industri perikanan dan kelautan. Aruna punya tujuan mulia menurut saya, karena berupaya untuk menyentuh langsung nelayan dengan memberikan jaminan harga dan jaminan pasar yang lebih baik kepada nelayan. Atas dasar misi yang dibawa dan atas dasar tujuan mulianya maka saya tertarik untuk bergabung. Akhirnya saya mendaftar dan melewati berbagai prosesnya. Tepat pada 03 Februari 2020, saya terikat kontrak dengan Aruna selama setahun. Saya menolak tawaran sebagai Fasilitator Pendidikan di Tubaba Cerdas, karena bagi saya ini adalah kesempatan untuk menuntaskan apa yang sudah saya pelajari selama ini.
Semoga keputusan saya untuk bergabung dengan Aruna adalah keputusan yang tepat dan saya benar-benar bisa bermanfaat untuk nelayan Indonesia. Sejauh ini, saya masih merasa hingga saat ini Aruna adalah tempat yang sangat baik untuk belajar. Semoga Aruna dan saya tetap bisa fokus pada tujuan yaitu berdampak sosial bagi seluruh Nelayan Indonesia. Pun seandainya visi dan misi Aruna berubah suatu saat nanti, saya akan keluar dan saya lebih memilih fokus pada misi pribadi yaitu selalu bermanfaat dimanapun berada.

Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah

Bertanya soal Visi Sosial Aruna pada Mentor Budiman Goh

Dinner with Nakama

#MiniSoccer




Read more

19 Agustus 2018

Pendebat yang Tak Ingin Berdebat
07.560 Comments
Percayalah,
Tak setiap pelawak hidupnya lucu,
Tak pula semua artis hidupnya penuh drama,
Tak pula semua penyanyi selalu berdendang ikuti bunyi.

Begitupun aku,
Aku Pendebat,
Suka berdebat,
Menikmati debat,
Tapi bukan untuk tunjukkan hebat.

Teruntuk kamu,
Ada kalanya
Saat dimana seorang pendebat
Tak suka berdebat
Untuk hal yang tak perlu diperdebatkan.

Teruntuk kamu,
Ketahuilah
Ada masa
Seorang pendebat
Tak Ingin berdebat
Bukan karena tak lagi menyukai debat,
Hanya karena ada rasa sayang yang tak ingin terlewat.

Teruntuk kamu,
Seorang pendebat,
Tak perlu berdebat,
Untuk sampaikan rasa rindu yang mencuat
Yang membuat dirinya seolah tak lagi kuat.

Teruntuk kamu,
Aku ingin sampaikan rindu,
Lewat kata dari jemariku.



Read more

4 Agustus 2018

Dialog dengan Diri
11.250 Comments
Seperti Kopi, setiap tulisan punya penikmatnya sendiri, aku tak peduli betapa tidak terstrukturnya nanti tulisan ini, Aku tetap yakin akan ada orang yang menikmati tulisan ini.

Sesuai judulnya, aku mencoba mengemas tulisan ini berbeda dari sebelumnya. Aku mencoba menceritakan kisah cukup panjang ini lewat dialog dengan diri sendiri. Semoga pertanyaan yang aku tanyakan pada diri sendiri ini, merupakan pertanyaan yang sama bagi pembaca yang mungkin tak berani menanyakan langsung.

Maka nikmatilah dialog dengan diri Tentang sebuah Proses.

A : Sudah Wisuda, Bagaimana rasanya, Ran?
B : Senang tapi tidak terlalu lega.

A : Senangnya kenapa?
B : Pada akhirnya bisa mengajak orangtua untuk pertama kalinya ke Pekanbaru. Sejak awal masuk kuliah sampai sebelum wisuda kemarin, aku belum pernah dikunjungi oleh orangtuaku. Anggaplah sekitar 5 tahun berjalan.

A :Kenapa tidak pernah dikunjungi?
B : Keluarga kami bukan keluarga dengan anggaran pendapatan dan belanja yang besar. Uang yang ada lebih baik digunakan untuk hal lain yang lebih penting. Kalaupun ada uangnya, Aku yang tidak mau dikunjungi.

A : Kenapa? Sombong sekali...
B : Justru itu yang terbaik, tidak cukupkah bikin repot orangtua saat mengandung dulu? Bikin repot orangtua jikalau harus mengurusi keperluanmu. Maka saat sudah besar, usahakan tidak bikin repot.

A : Lalu kenapa tidak lega?
B : Ya, momen paling melegakan buatku telah lewat, waktu ujian sarjana, Rasanya lepas semua beban. For your Information. Penelitianku lebih batas waktunya. Untung saja masih ada toleransi.

A : Kenapa bisa masuk jurusan MSP, Fakultas Perikanan, Univ. Riau?
B : Ceritanya panjang, Penuh perjuangan. Mau dengar?

A : Tentu saja, sedetail-detailnya ya.
B : Dulu, aku tak pernah bermimpi masuk ke Jurusan ini. Jangankan memilih jurusan, bermimpi untuk kuliah saja aku tidak berani.

A : Kenapa?
B : Masih perlu diulang? Sudah aku sampaikan, aku keluarga miskin. Aku pernah sekali bertanya ke orangtuaku, waktu itu aku berada di kelas 11 SMA, setelah lulus apakah aku akan lanjut? Mereka memilih diam, tidak mau mematikan mimpiku, namun juga tak mau memberikan harapan.

A : Lalu, bagaimana setelah itu?
B : Aku tetap percaya pada keajaiban dan anugerah Allah, namun tak mau terlalu berharap. Yang jelas saat itu aku berusaha untuk sedikit mengubur mimpi dan cita-citaku.

A : Memang apa cita-citamu?
B : Guru, Dosen atau sebutan lainnya untuk menyebut tenaga pengajar.

A : Sejak kapan, dan kenapa memilih itu?
B : Sejak kelas 2 SD, waktu itu aku pernah bertanya ke guru sebuah pertanyaan yang menurutku sangat sulit dijawab saat itu. Namun guru itu dengan senyum manisnya bisa menjawab pertanyaan itu. Maka sejak saat itu aku selalu berfikir bahwa guru adalah orang pintar dan mulia. Aku ingin seperti itu.

A : Lantas bagaimana pada akhirnya bisa kuliah?
B : Aku menerima beasiswa. Darmasiswa Chevron Riau namanya.

A : Wah, bagaimana bisa?
B : Kita mulai satu per satu ya. Waktu itu aku berada di Kelas 12 SMA, tingkat akhir. Sedang ada class meeting. Aku termenung di depan kelas karena tidak tau akan berbuat apa. Tiba-tiba ada dua orang temanku lewat. Terjadilah dialog diantara kami.

A : Dialog tentang apa?
B : intinya mereka katakan akan mendaftar beasiswa. Mereka telah dipilih oleh pihak sekolah. Aku bahkan tidak tau prosesnya sepertinya apa.

A : Lalu?
B : Aku tentu tidak terima, aku ikuti mereka lalu menanyakan kepada guru kesiswaan saat itu. Aku menanyakan bagaimana proses seleksinya. Lalu dijawab bahwa yang dipilih adalah yang juara umum (1 orang), kurang mampu (1 orang) dan aktif organisasi (1 orang). Tanpa bicara akhirnya aku keluar ruangan itu.

A : Kenapa keluar? Tidak masuk kriteria?
B : Tentu saja tidak, aku mencari penguatan.

A : Maksudnya?
B : Aku keluar untuk menjemput seorang temanku yang memang benar-benar Juara Umum 1 di sekolah. Aku ajak dia menghadap guru tersebut.

A : Untuk apa?
B : Aku sampaikan ke guruku saat itu. "Bu, saya tidak bermaksud untuk membantah keputusan pihak sekolah, namun setiap orang berhak punya kesempatan untuk dapat beasiswa kuliah kan? Kalau misalnya yang dipilih tadi adalah Juara Umum, lalu kenapa teman saya ini tidak dipilih? Dia juara umum 1 di sekolah. Kalau misalnya yang dipilih adalah siswa kurang mampu, saya rasa ibu kenal saya, saya bahkan tidak pernah bayar uang SPP sekolah. Saya dapat tunjangan miskin dari sekolah. Kalau misalnya yang dipilih adalah orang yang aktif organisasi saya rasa ibu juga tahu bahwa saya pernah jadi wakil Ketua OSIS."

A : Berani sekali, lalu hasilnya bagaimana?
B : Guru tersebut bingung dan meminta saya menghadap kepala sekolah. Saya mengikuti, saya menemui kepala sekolah dan saya menyampaikan penjelasan yang sama kepada Kepala Sekolah.

A : Hasilnya?
B : Kepala Sekolah akhirnya membuat keputusan spontan, semua juara kelas pada kelas 12 dikumpulkan untuk akhirnya dilakukan seleksi saat itu juga.

A : Seleksi apa?
B : Pertama, kami di seleksi dengan soal-soal tertulis. Dari sekitar 27 orang juara kelas, tersisa 5 orang dengan nilai tertinggi. Namun karena yang mewakili sekolah hanya 3 orang. Maka ada seleksi lanjutan.

A : Siapa saja 5 orang itu?
B : 2 orang yang dipilih sekolah sejak awal, sang juara umum 1, perwakilan kelas IPS dan saya sendiri.

A : Lalu selanjutnya?
B : Kami di tes kemampuan bahasa Inggris. Dan ternyata kemampuan kami merata. 

A : Keputusan Kepala Sekolah apa?
B : Usahaku membuahkan hasil, akhirnya yang terpilih adalah Aku, sang juara umum 1 dan perwakilan kelas IPS tadi. Namun itu baru perwakilan sekolah yang akan diadu dengan puluhan sekolah lainnya dan hanya menyisakan 5 orang perwakilan kabupaten.

A : Wah, luar biasa. Tahap lanjutannya?
B : Singkat cerita, dari 5 yang mewakili kabupaten aku dan sang Juara umum 1 menjadi 2 dari 5 orang tersebut. Akhirnya berhasil lah aku mendapat beasiswa untuk kuliah. Namun perjuangan belum selesai.

A : Apalagi memangnya?
B : Pihak pemberi beasiswa membuat persyaratan bahwa beasiswa baru akan diberikan apabila diterima di PTN atau PTS dengan akreditasi minimal B. Aku gagal lulus di jalur SNMPTN dan PBUD. Padahal aku hanya memilih Universitas Riau. Aku sempat terpuruk lagi.

A : Lalu?
B : Awalnya aku tidak mau mencoba Jalur SBMPTN, aku takut gagal lagi. Ditambah harus membayar sekiarn rupiah untuk mengikuti tes nya saat itu. Aku tak mau merepotkan orangtuaku. Namun ada seorang guru akhirnya memaksa aku untuk ikut. Bahkan beliau yang membayarkan uang pendaftarannya. Singkat cerita aku ikuti proses itu. Namun kali ini pilihan pertama aku tetapkan adalah MSP, aku tak tau itu jurusan apa. Yang jelas saat itu aku memilih karena ketika aku browsing peluang lulusnya besar. Dan ternyata memang disinilah tempatku.

A : Setelah masuk MSP, apa rasanya?
B : Canggung, bingung. Tapi tetap mencoba menikmati setiap prosesnya. Ternyata selalu ada hikmah dari setiap kejadian.

A : Apa hikmahnya?
B : Di MSP aku bisa mengukir dan mencapai banyak hal. Bisa menginjakkan beberapa kota dan daerah di Indonesia lewat praktikum lapangan, lewat event lomba dan lewat magang. Kalau di Jurusan lain aku mungkin tidak bisa mencapai ini. Bahkan aku sempat menjadi Bupati di jurusan ini.

A : Puas dengan capaian selama ini?
B : Lebih tepatnya aku bersyukur.

A : Setelah ini akan kemana dan apa target selanjutnya?
B : Menebar manfaat dan berbagi inspirasi.

A : Caranya?
B : Aku sedang berusaha mencapai kembali mimpi masa kecilku.

A : Menjadi tenaga pengajar? Bagaimana bisa?
B : Ya, aku sedang dalam tahapan seleksi Program Indonesia Mengajar. Mohon doanya agar dilancarkan.

A : Masih boleh bertanya?
B : Tentu saja.

A : Kenapa disetiap cerita kau selalu menekankan pada poin bahwa kau adalah orang miskin? Bukankah itu mengutuk keadaan?
B : Justru menurutku itu kebalikan, aku selalu fokus pada kata miskin memang disengaja. Bukan untuk mengharapkan belas kasian dan memberi tahu aib keluarga.

A : Lalu untuk apa?
B : Aku ingin sampaikan, setiap orang miskin juga berhak punya mimpi dan pendidikan tinggi. Jadi miskin bukan berarti tidak bisa melakukan apa-apa. Kejar terus, usaha terus. Lalu bertawakal. Walaupun aku belum jadi apa-apa dan siapa-siapa. Aku berharap capaian mahasiswa miskin sepertiku setidaknya bisa memberikan inspirasi untuk orang-orang disekitar.

A : Ada pesan yang ingin disampaikan sebelum kita akhiri dialog ini?
B : Ada, teruntuk siapapun yang membaca tulisan ini. Setiap orang pernah berada pada fase dimana dia jenuh dan merasa terpuruk. Namun percayalah, mengeluh bukanlah jalan penyelesaian masalah. Bangkit dan berusaha untuk melewatinya. Terkhusus orang miskin dimanapun berada. Teruslah berusaha untuk mengejar mimpimu.

The End.

Semoga Dialog dengan Diri ini bisa menjawab berbagai tanya. Semoga bermanfaat.



Read more