Perasaan
risau, cemas dan sedih bercampur menjadi satu. Dentuman jantung saat itu serasa
mengalahkan suara petir di musim hujan. Gemericik darah yang mengalir terasa
bagai tsunami menggulung bumi. Hembusan nafas bagai beliung tak beraturan. Sore
itu, aku dan semua siswa kelas 9 disekolahku diminta untuk berkumpul di
lapangan. Aku, Badrol dan Hasan yang sejak lama bersahabat datang dengan gaya
kaku memakai tanda pengenal kami “Putih Biru”. Sore itu kami semua berkumpul di
lapangan upacara tepat pukul 16.00 WIB, memakai seragam putih biru seperti yang di
instruksikan kepalas ekolah.
Kami
berbaris rapi tanpa berani bertingkah karena dalam hati kami saat itu ada perasaan
takut yang coba kami sembunyikan. Sejurus kemudian pemimpin sekolah naik ke
podium upacara,para wali kelas diminta untuk membagikan amplop keseluruh siswa
di lapangan. Bagaikan prajurit yang dikomandoi olehJendral, para wali kelas
segera membagikan amplop keseluruh siswa. Kemudian sang pemimpin sekolah
meminta kami untuk membuka dan membaca isi amplop tersebut. Aku sempat bingung,
amplop apa ini?. Pertanyaan itu terus muncul dalam pikiranku. Dalam kebingungan
itu aku tetap melaksanakan perintah kepala sekolah. Setelah membuka amplop itu
mataku tertuju pada satu kata “LULUS”. Satu kata itulah yang selama
berhari-hari belakangan selalu kami tunggu dan kata itulah yang menjawab segala
kerisauan dalam hati kami.
‘Duaarrr’….
Tiba-tiba
suara petir membuyarkan lamunanku. Pagi itu gerimis menemani diriku yang
dilanda kegalauan.
Aku segera
mengambil tas dan memakai sepatu untuk melanjutkan aktivitas rutinku sebagai
pejuang ilmu. Pagi itu aku tiba di sekolah dengan semangat luar biasa. Rasanya
aku ingin melahap semua ilmu yang disuapkan oleh guru. Aku sadar
waktuku disekolah ini hanya sebentar lagi, karena
kini aku telah berada di tingkat teratas alam putih abu-abu.
Jam
pelajaran pertama dimulai.
10 menit
berlalu guru yang masuk jam pertama belum juga menunjukkan diri. Sampai 1 jam
berlalu guru itu belum juga menunjukkan diri. Semangatku untuk melahap
pelajaran mulai hilang. Saat aku termenung, salah seorang teman sekelasku
mengajakku pergi kekantin yang sebenarnya sangat dilarang. Namun entah setan
apa yang masuk dalam pikiranku saat itu, aku pun tidak menolak ajakannya. Aku
merasa ada sesuatu yang berbeda. Hari demi hari selalu aku habiskan bersama
kebiasaan baru yang menyesatkan ini. Aku selalu pergi kekantin ketika guru tidak
masuk.Dan akhirnya aku terbiasa.
2 bulan
berlalu, kami satu kelas dihukum lari keliling lapangan karena tidak
mengerjakan tugas. Saat itulah timbul perasaan menyesal dalam diriku, kenapa
aku menjadi seperti ini. Dalam hati aku merintih “YaTuhan, kembalikan semangat
belajarku yang dulu”.
Sekarang,
aku mencoba kembali menata kehidupanku yang dulu sempat hilang karena kebiasaan
yang menyesatkan. Aku menjadi lebih giat belajar karena yang ada dalam
pikiranku saat ini adalah bagaimana cara mengulang momen 3 tahun silam. Momen
dimana aku dan sahabatku meneriakkan satu kata “LULUS”.
Tidak ada komentar: